![]() |
| kalau malam musiknya menenangkan juga, seperti lullaby |
Hari ke-dua Social Distancing, hari ke-dua Self Quarantine, tapi jujur, rasanya sudah seperti lebih dari sebulan tidak melakukan kegiatan apa-apa. Soal perasaan-perasaanku ini, mungkin akan kuceritakan besok-besok saat hari sudah benar-benar lama setelah aku tidak keluar rumah sama sekali. Hari ini aku akan bercerita tentang “Adorable Home”, sebuah games yang akhir-akhir ini sedang digandrungi.
Aku sudah lihat games ini sejak lama, melihat dari influencer, untuk kasus ini adalah Dorippu dan teman-temanku di twitter yang selalu update tentang koleksi-koleksi kucing dan sebagainya. Melihat dari grafisnya, aku suka sekali, sederhana dan klasik, tone warnanya juga lembut. Tapi di sini aku tidak pandai me-review sesuatu, game atau apapun itu. Aku hanya ingin bercerita ringan saja.
Saat aku awal sekali punya game ini, aku kesal kenapa begitu sulit mendapatkan ‘hati’, di sini ‘hati’ serupa koin, digunakan untuk membeli apa saja. Kalau di dunia nyata katanya harta tidak bisa membeli cinta, maka di sini ada makna filosofis lanjutannya, yaitu hati dapat membeli apapun yang dibutuhkan. Nah, aku kesal kenapa aku begitu miskin. Bahkan pada saat yang sama, aku memainkan game lain, yaitu ‘Animal Restaurant’ dan aku kaya raya. Pada awalnya, aku jadi berpikir, berarti aku lebih berbakat menjadi pebisnis independen daripada hidup menjadi istri atau ibu rumah tangga. Namun, game ‘Animal Restaurant’-ku yang kaya raya itu terpaksa harus kuhapus karena entah kenapa tidak bisa dibuka, padahal aku sudah beli buffet dan perlengkapan macam-macam yang mahal. Setelah itu, tidak ada game lain yang bertahan lama karena aku tidak mood lagi. Tapi aku masih install ‘Adorable Home’.
Aku mulai bekerja lebih giat—dan tulus, HAHAHAH. Aku mencari-cari cara untuk mencurangi game tersebut, mulai dari mencarinya youtube sampai google search, namun tidak kutemukan. Yang kutemukan hanyalah apabila kau menekan tombol 80 dan 160 hati dalam waktu bersamaan maka kau akan mendapatkan 240 sekaligus. Sepertinya berhasil, namun tetap saja aku miskin. Aku membeli semua kucing dan memberi mereka makanan yang terbaik. Aku memberi kotak bento termahal dan makanan-makanan terenak dalam skala game tersebut. Namun hasilnya, hati yang diberikan para kucingku masih saja sedikit, hati yang diberikan oleh suamiku juga sedang-sedang saja.
![]() |
| kurang kerjaan sih malem-malem di situ, sadgurl ya anda |
Tapi benar, bukan karena aku yang kurang bersyukur ya. Rasanya uang yang kudapatkan langsung habis untuk membeli furniture baru atau bahkan membeli arena bermain untuk kucing-kucingku di taman. Setelah itu aku kehabisan uang lagi dan mulai bekerja lebih keras lagi ; menunggu hati yang diberikan langit setiap ganti hari, memandikan kucing lebih sering, memotong kukunya, dan juga mengelus-elus badannya yang seringnya malah terkena petir sehingga kucing-kucingku bukannya senang, tapi malah marah,
Lalu suatu hari kawanku datang, membawa terobosan baru untuk mencurangi game tersebut, yaitu dengan mengedit kode HTML-nya. Aku senang sekali karena berhasil. Aku jadi hedon dan kalap. Membeli semua arena bermain di taman. Membeli furniture yang tidak bisa aku dapatkan dengan cara yang halal. Dari 100.000 hati, seketika menjadi 35.000 hati tersisa. Tapi aku masih tetap kaya daripada sebelum-sebelumnya. sekarang, sudah ada enam orang lainnya yang memainkan game tersebut di kelasku.
Setelah aku bosan dengan pendapatan suamiku yang miskin-miskin saja. Aku akhirnya memutuskan untuk cerai karena aku punya cukup uang untuk dibuang. Setelah cerai dua kali dengan hubungan yang tidak ada manis-masnisnya; yaitu aku menonton TV sendirian di ruang tengah, tidur sendiri karena selalu ditinggal kerja. Akhirnya pada suatu hari aku bisa melihat tokoh-tokoh dalam rumah itu memainkan alat musik bersama di ruang tengah. Suasana yang sangat romantis. Ohiya, sebenarnya sebelum aku kaya raya dan hedon, aku pernah membeli meja teh sederhana, tapi alih-alih menikmatinya berdua dengan suami, aku menikmatinya seorang diri.
Ohiya, penamaan tokoh dalam game-ku tidak mengandung unsur halusinasi atau apa pun. Karena aku suka dipanggil OSUN, maka biar keren, suamiku kuberi nama ASEN. Tapi saat temanku mendaftarkan pernikahannya untuk bermain ‘Adorable Home’, Ia menamai tokohnya dengan Mentari dan Rembulan. Ughhhhh. Katanya, keluarga mereka namanya ‘Keluarga Cahaya’. Kalau boleh dijelaskan kenapa bisa OSUN, tetap ada unsur mataharinya, tapi tetap saja, nama yang diberikan kawanku ini lebih melankoli. Lagipula kita tidak akan membahas makna dari OSUN itu di sini.
Setelah Ia mengirimkan gambar-gambar rumahnya, aku jadi semakin tersentuh. Rumahnya begitu sederhana dan sejuk. Bukan miskin, ya walau memang dia miskin karena tidak bisa nge-cheat, tapi benar, kali ini kukatakan bahwa rumahnya sederhana tapi terlihat menenangkan. Aku seketika jadi minder dengan rumahku, yang begitu mewah dan banyak perabotnya, tapi kurasa tidak ada hangat-hangatnya sama sekali karena barangkali terlalu bersinar. Lalu rasanya, aku ingin mengembalikan desain interior lamaku yang serupa miliknya, dengan meja teh dan kebun yang diisi kolam kecil berisi ikan-ikan.
Sebenarnya, ‘Adorable Home’ ini membuat kita bebas berkreasi tentang rumah impian masing-masing. Tapi ternyata, rumah impiannyalah yang mendekati rumah impianku di masa depan, bukan milikku sendiri. Ternyata, memang benar, kita bisa lupa apa yang benar-benar kita mau saat sudah dihadapkan dengan harta. Lupa jati diri.
Aku teringat saat kelas 10, seorang guru Bahasa Inggrisku, yang setiap pelajarannya kami diputarkan lagu-lagu Westlife, lalu semester berikutnya beliau sudah pensiun, pernah memberi kuis untuk menjawab, bagaimana rumah impian dari murid-murid sekalian. Lalu kujawab dengan tidak ada realistis, penuh impian dan tanpa beban, bahwa aku menginginkan : rumah kayu sederhana di tepi pantai yang bisa dibuat untuk mendengarkan ombak, ada halaman dan kebun-kebun kecil, boleh kalau mau ada pohon untuk perindang. Opsi lain adalah aku mau rumah di pegunungan. Aku ingin rumah kayu sederhana yang sejuk dan tenang. Angin sepoi-sepoi lewat celah-celah rumah. meski terlihat dingin, aku mau kehangatan datang dari keluarga kecilku yang tinggal di dalamnya.
![]() |
| tamanku sedang musim salju, dan ada angsa |
![]() |
| kalau rumah bisa seperti ini beneran, rasanya asik sekali, bisa tenang baca buku. ini milik kawanku. |
Tapi dalam obrolanku dan kawan-kawanku tempo hari, saat sore-sore sebelum kami memakan seblak di Gedung C, kami membagikan harapan masing-masing. Aku masih tetap sama sejak SMP saat dahulu aku menjual nastar kecil ke kelas-kelas di lorong kecil sekolahku, bahwa di masa depan nanti aku mau punya toko kue kecil, ada buku-buku sastra yang bisa dibaca, temanku bilang Ia ingin punya yang bisa buat minum teh. Pokoknya aku mau yang ada halaman kecil dan pohonnya. Ohiya, aku jadi ingat bahwa aku dulu sempat menangis saat rumahku mau dibuat lantai duanya, karena aku lebih suka rumah kecil dan sederhana, rumah besar itu seram, meski sebesar-besarnya ukuran rumahku menurutku, tetap kecil. Lalu aku juga pernah menangis karena taman kecil di terasku harus digantikan dengan lantai-lantai keramik. Ternyata menulis ini bisa menimbulkan kenangan-kenangan yang tidak terpikirkan sebelumnya, ya.
Aku tidak mau yang bermewah-mewah, mau sederhana saja asal hangat dan asal anak-anakku kelak saat menangis aku bisa menenangkan mereka dan kemudian rumah penuh dengan tawa mereka lagi. Bukan rumah besar yang mereka gunakan untuk bersembunyi dari orangtuanya saat ada masalah dan kami tidak pernah mengobrol sama sekali. Tapi bukan berarti aku mau miskin, karena kaya, menurutku juga bukan impian yang salah, kubocorkan sedikit hal, menjadi kaya kau jadi lebih mudah untuk membantu orang lain yang kesulitan secara finansial. Saat situasi sedang sulit bagi semua orang, kau bisa ikut menyumbang materi. Meski aku tahu sedekah tidak harus berupa harta atau materi, tapi bukankah pemikiran itu tidak ada salah. Aku bukan bermaksud sok-sokan, tapi aku harus mengungkapkan ini agar tidak ada yang menganggap bahwa menjadi kaya itu sia-sia juga. Tergantung sebenarnya. Toh, aku sempat berpikir ingin menjadi miskin, bahwa menjadi miskin adalah sebuah keromantisan.
![]() |
| kenapa mendung selalu |
Kembali pada ‘Adorable Home’, aku mulai mencabut TV dari rumahku saat musim dingin tiba. Menggantikannya dengan perapian. Niatku agar saat Asen pulang dari bekerja kami berdua dapat mengobrol di dekat perapian, ternyata tidak. Game ini memang hanya bisa memodifikasi furniture, nah, bahkan letaknya saja sudah diformat terbatas. Kami hanya bisa memandikan kucing. Tokoh-tokohnya tidak dibuat interaktif dengan mampu berjalan atau melakukan apapun sesuai keinginan pemain. Bahkan pasangan suami istri atau partner satu rumah tersebut hanya mengobrol saat awal-awal game saja.
Kawanku menyetel permainannya menjadi berbahasa Melayu, saat ikut membaca narasi awal dari permainan dengan bahasa tersebut, aku merasa seperti sedang membaca sebuah karya sastra lama, mungkin ini terpengaruh oleh pelajaran Sejarah Bahasa dan Sastra, tapi ternyata saat mereka saling memanggil Mentari dan Rembulan, romantis juga. Aku tidak terlalu terbiasa dengan Bahasa Melayu sebanyak apapun aku menonton serial kartun Upin dan Ipin. Lalu aku teringat saat sampai rumah, Ohiya, kawanku itu memang tinggal di daerah yang bahasa daerahnya menggunakan Bahasa Melayu.
![]() |
| cuaca menyenangkan tiada tanding |
Lalu, aku sedih karena cuaca di sekitaran rumahku cuaca 5 hari ke depannya mendung dan murung selalu, sedang punya temanku ada mataharinya. Setidaknya game ini tidak butuh komitmen untuk rajin-rajin mengeceknya, dapat kubuka kapan pun aku mau dan saat waktuku senggang. Game ini juga membuatku melihat bahwa sosok tokoh di dalamnya tidak dapat ke mana-mana selain berdiam diri di dalam rumah, sama seperti kondisiku saat ini. Mengajarkanku bagaimana pada akhirnya membuat rumah yang nyaman bagi dirimu sendiri meski kau sedang merasa sepi.
Little Note :
Aku juga tidak suka dengan menu bento sekaligus kotaknya yang paling mahal. Aku lebih suka tempat makan sederhana yang berwarna kayu, bukan yang biru tua yang paling mahal itu. Tadi niatnya mau aku cantumkan fotonya. Tapi saat menulis ini, aku tanya kawan-kawanku yang main game yang sama, ternyata suami mereka lagi pergi juga sehingga kotak makannya sedang tidak ada di rumah.











4 comments
tes komen lagi
BalasHapustes 2x
BalasHapusHampir tengah malam membaca postingan ini dan rasanya tidak mau cepat-cepat selesai, tolong buat yang panjaaang!
BalasHapusMenurutku, 'ulasan'-mu tentang game ini lucu sekali, apalagi bagian "Sadgurl ya anda." juga pada bagian komparasi game milikmu dan temanmu (yang aku kira temanku juga, siapakah dia?).
Dan, ya, aku setuju dengan pendapatmu tentang kesederhanaan karena itu kan akuuu yang bilang ingin punya toko buku kecil yang bisa untuk minum teh juga. Apalagi kalau di dekat pantai atau pegunungan, tapi tampaknya kalau tidak di kota besar tidak akan terlalu menguntungkan ya? Ah, aku belum menyelesaikan buku-buku ekonomiku.
Semoga kamu bisa mewujudkan rumah impianmu ya, suatu saat nanti. Dengan orang tersayang.
Aku membalas ini saat sedang kewalahan mengerjakan tugas teori puisi kita, bukan karena sulit, tapi lebih ke rasa sentimentil saat membaca puisi-puisi itu, yang maaf juga mungkin kamu sendiri belum mengerjakannya dan malah harus kubebani dengan tugas untuk divisiku. Semoga kamu diberi kelancaran dalam mengerjakan.
HapusAku pikir tulisanku terlalu panjang dan orang-orang akan bosan membacanya. Aku juga bingung takut melantur ke mana-mana. Iya, itu kawanmu juga, setiap hari kita bermain sama-sama di bangku item fakultas. Wah, rasanya sudah lama sekali ya tidak duduk di sana.
Iya, sepertinya susah menemukannya di tengah kota, apalagi pada zaman yang seperti ini. Aku suka berpikir apa aku ini salah zaman ya? Karena tengah kota zaman dahulu pun nampaknya masih terlihat kesyahduannya. Atau mungkin itu karena efek retro saat kamera dulu mengambil gambar?
Semoga kamu bisa mewujudkannya juga. Semoga kita lekas bertemu lagi, ya?
Ayo menyapaku!