Cerita Acak Hari ke-25 #DiRumahAja


penampakan gang rumahku
Aku jarang menulis pada siang hari. Seperti seniman, penyair, dan pekerja seni lainnya, malam dan kesunyiannya adalah lingkungan kerja paling kondusif untuk kami. HAHAH. Sekarang aku mulai tertawa karena dengan percaya dirinya berani bilang bahwa aku salah satu dari mereka, dan memang karena aku selalu ingin menjadi bagian dari mereka. Tapi kita tidak membahas itu kali ini. Sekarang siang hari di hari Jumat, pukul 11:27, biasanya sudah mulai ada suara-suara dari masjid untuk pelaksanaan sholat Jumat, tapi hari ini belum ada.
            Ini sudah tanggal 10 April, empat hari lagi sudah genap sebulan sejak rektor memberikan surat edaran bahwa mahasiswa harus belajar di rumah dan dilarang mendekati area kampus sama sekali. Hari yang sangat sedih. Aku masih bertanya-tanya kenapa Tuhan saat itu membuatku harus ke kampus sore itu, mungkin aku sedikit tahu, tapi besok aku akan tanya lagi memastikan pada Tuhan kalau aku ketemu kapan-kapan, besok, masih lama.
            Kali ini, perpisahan memang membuatku memiliki lebih banyak waktu untuk merenungkan apa yang aku mau dan menyembuhkan diriku. Liburan sebelumnya memang aku sudah kabur dan menjauh, mungkin liburan kali itu hanya persiapan untuk hal yang benar-benar belum kuketahui. Tapi sekarang, social distancing kali ini seperti liburan, dengan segala kesibukannya, agar aku dapat memiliki waktu untuk mengalihkan pikiranku. Kurasa itu cukup ampuh. 
            Dua minggu pertama, aku stress parah. Akhirnya aku jatuh sakit pada minggu ke dua. Panas dan pusing. Seperti di kepalaku penuh dengan pekerjaan tanpa ada hiburan sama sekali. Minggu pertama aku masih bisa video call dengan teman-temanku, rasanya rindu dan ingin bersua, dua minggu pertama begitu, sampai puncaknya aku stress dan jatuh sakit. Aku break dari pekerjaan-pekerjaanku yang akhirnya jadi tambah menumpuk. Dan tentu saja aku tidak bisa break dari kuliah online yang rasanya lebih berat dari kuliah offline. Waktu perkuliahan yang suka melebihi jadwal, tugas-tugasnya yang melebihi tugas pada umumnya. Dua minggu pertama, rasanya aku sudah hendak menjadi gila.
            Selain itu aku juga sangat takut dengan wabah yang membuat kami harus tinggal di rumah ini. Rasanya wabah itu bisa berada di mana-mana, karena musuh yang paling mengerikan memang musuh yang tidak terlihat. Siapa tahu ia bisa sangat dekat denganku saat ini? Aku selalu takut saat Bapakku pulang dari kantor lalu bersih-bersih di kamarku padahal beliau belum mandi. Aku selalu takut saat asisten rumah tangga sebelah rumah mengobrol dengan Ibuku karena beliau juga terlihat selalu tetap bepergian ke mana-mana. Aku juga takut pada anak kecil depan rumah yang masih suka main dan tidak mau di rumah saja. Ketakutan bertambah membuatku kepikiran ketika anak sebelah rumah yang baru saja pulang dari PKL, membawa teman-temannya untuk kumpul di rumah. Semua itu membuat jiwa-jiwa cemasku kembali datang, lalu aku jatuh sakit.
            Minggu ke-tiga, aku sudah mulai tenang, aku sudah mulai berniat untuk berjemur dan sedikit melakukan meditasi pagi untuk menenangkan pikiranku. Mengatur waktu dengan tidur tepat waktu, olahraga, meditasi, dan tidak menunda-nunda pekerjaan cukup ampuh mengatasi kesehatan mentalku saat semester satu aku juga terkena sakit yang mengharuskanku mengatur pola pikirku. Karena tubuh yang sehat juga lahir dari psikologis yang sehat. Saat aku belum tuntas melaksanakan pola hidup dan pola pikir baik itu, aku kedatangan tamu bulanan, yang karena memang bulan ini berat, maka rasanya sakit sekali, lebih sakit dari biasanya.
            Karena rasa sakit itu aku jadi lupa makan, aku tidur pagi karena sakit sekali rasanya tidak tertahankan. Lalu aku bangun pada pukul sembilan pagi pada hari Kamis, langsung ke atas untuk berjemur, tapi ternyata mendung. Aku lalu tiduran di teras, dua jam aku tiduran di teras atas sambil mendengarkan musik. Lalu aku turun, tanpa makan lagi, dan tidur di kamarku. Sorenya, aku bermimpi dan berhalusinasi parah. Bahkan aku sudah bermimpi seseorang menjemputku dan mengajakku pergi. Saat aku berhasil bangun, aku demam tinggi, lalu malamnya aku menangis, menangis karena sakit memang membuatku ingin menangis saat itu karena rasanya panas dan pusing sekali. Selain itu aku memikirkan bagaimana bisa aku sampai bermimpi dijemput dan diajak pergi. Aku ingin bilang pada Ibuku soal mimpi itu, tapi yang datang adalah seseorang yang masih hidup, jadi aku berakhir menangis memikirkan apakah seseorang dalam mimpiku itu baik-baik saja, apakah kesehatannya baik, apakah mimpiku itu sebuah pertanda. Tapi, aku sudah tidak bisa tanya. Ini kedua kalinya aku memimpikannya sambil menangis di tahun ini.
            Akhirnya aku demam sampai hari Minggu. Lalu sorenya ternyata aku keluar gabag, dan aku gabagen dan pusing berakhir sampai hari Rabu. Hari Kamis aku sudah merasakan baik-baik saja. Aku sudah bisa makan dengan lidah yang normal juga badanku tidak gatal-gatal. Saat aku menimbang berat badan, di sana menunjukkan 52 kg—yang berakhir harus kupastikan apakah benar atau salah karena itu sebuah ketidakmungkinan. Berat badanku terakhir adalah 56 kg bahkan bisa lebih.
            Semalam, aku pergi ke atas, ke supermarket atas untuk melakukan transaksi dan beli sikat gigi. Pertama kalinya aku keluar rumah sejak sebulan. Aku pakai hodie dan masker, tertutup rapat. Di supermarket itu orang-orang berjarak satu meter saat akan membayar. Itu udara baik bagiku (meski pun secara nyata aku tidak menghirup udara sama sekali), tapi akhirnya aku keluar. Aku lihat di langit bintang-bintang bertaburan dan langit bersih, tapi aku tetap tidak bisa melihat milky way sih. Aku lihat jalanan yang benar-benar sepi, beberapa lampu jalan tidak dihidupkan. Dua minggu pertama, aku benar-benar tidak keluar pagar. Minggu ketiga, aku berani untuk ke depan rumah dan berjemur. Minggu ke-empat aku keluar malam-malam. Mungkin aku hanya harus terbiasa, karena di situasi seperti ini, aku harus bertahan untuk tetap sehat,
            Sekarang adalah tanggal 10 April 2020, perkembangan kasus COVID-19 di negaraku sudah mencapai angka 3296 kasus positif, itu yang sudah ketawan, kuyakin masih ada yang belum terdeteksi. Yang sembuh dari virus ini ada 252 orang dan yang meninggall ada 280. Aku tidak akan menjadi salah satu yang terinfeksi, sakit, lalu meninggal, begitu pun orangtuaku, adikku, kakekku, saudara-saudaraku, teman-temanku, dan orang yang memberiku semangat untuk hidup. Kita semua tidak akan menjadi bagian dari angka-angka itu. Kami akan segera bertemu dalam keadaan sehat dan berkumpul seperti biasanya.
            Aku nonton serial ‘Divergent’ dan ‘Maze Runners’ walau juga sebenarnya takut. Aku selalu takut dengan kondisi masa depan yang mereka bayangkan. Seperti terbatas dan terkurung. Aku tidak suka tempat seperti itu, aku tidak ingin membayangkan tinggal di dunia yang seperti itu. Tapi aku berhasil bersama Katniss menonton semua serial ‘The Hunger Games’, benar-benar berhasil melihat semua series, tapi selalu ketakutan oleh suara drum yang dibunyikan oleh orang-orang Capitol saat para pemain memasuki wilayah pertempuran. Pokoknya suara-suara itu selalu membuatku trauma. Menurutku, dunia saat ini sedang berada di situasi seperti itu.
            Aku selalu ingin terbangun di pagi hari dan mendapati bahwa dunia sekarang sedang bercanda, bahwa virus dan situasi yang membuatku harus terkurung di dalam rumah ini adalah mimpi buruk dan aku akan segera bangun. Tapi, ini kenyataan, aku bisa sakit, aku bisa merasakan nyeri-nyeri di badanku kemarin karena datang bulan, aku tidak bermimpi, dunia ini memang sedang mengurung manusia-manusia. Aku takut, tapi aku selalu tahu bahwa di dunia ini, manusia berbagi kehidupan dengan yang lainnya. Dan barangkali ini saatnya.
            Ada hal yang aku suka dari adanya wabah ini dan keharusan manusia melakukan social distancing dan work from home. Aku melihat di twitter banyak sekali foto-foto beredar tentang bumi di luar sana yang indah-indah, yang tidak akan ada apabila manusia tetap sibuk di luar sana. Langit yang cerah, udara yang segar, hewan-hewan yang bebas berkeliaran di alamnya. Aku melihat langit akhir-akhir ini, biru dan menenangkan. Aku suka fakta bahwa sekarang kita sedang mempersilahkan makhluk-makhluk hidup lainnya, termasuk bumi yang kita tinggali ini untuk bernapas sejenak, menyembuhkan dan bergantian menikmati hari-hari mereka tanpa keberadaan kita, manusia yang menakutkan.
            Tidak ada yang menjamin, apakah setelah ini situasi akan membaik, dan apabila membaik, apakah yakin bahwa ke depannya tidak akan ada cobaan berat begini lagi. Kurasa, semakin besok hari, hal-hal yang mengejutkan dan membuat manusia ketakutan akan jadi lebih beragam dan banyak. Tapi manusia tetap bisa memilih jalan kedamaian untuk saling membantu dan merengkuh atas dasar kemanusiaannya atas manusia lain.
            Ini aku, Vira, membagikan cerita tentang waktu sebulan yang kualami dengan berat dan naik turun selama di rumah. Aku percaya kita akan baik-baik saja dan tetap hidup. Aku bahkan sudah menetapkan rencana-rencana kalau wabah ini berakhir, aku sudah menetapkan tempat pertama di Jogja yang akan kukunjungi setelah ini. Jadi, aku akan baik-baik saja, begitu pun kalian. Aku sudah sakit dua kali, aku akan berusaha tidak sakit lagi. Toh juga karena wabah ini, aku tidak bisa kontrol rutin ke rumah sakit, jadi sebisa mungkin aku sehat tanpa pengawasan dokterku. Semoga kalian selalu sehat.


Setelah posting ini, aku posting foto langit,
untuk permintaan maaf karena tulisannya sangat berantakan dan tidak terarah.

           

0 comments

Ayo menyapaku!