![]() |
| penampakan gang rumahku |
Aku
jarang menulis pada siang hari. Seperti seniman, penyair, dan pekerja seni
lainnya, malam dan kesunyiannya adalah lingkungan kerja paling kondusif untuk
kami. HAHAH. Sekarang aku mulai tertawa karena dengan percaya dirinya berani
bilang bahwa aku salah satu dari mereka, dan memang karena aku selalu ingin
menjadi bagian dari mereka. Tapi kita tidak membahas itu kali ini. Sekarang
siang hari di hari Jumat, pukul 11:27, biasanya sudah mulai ada suara-suara
dari masjid untuk pelaksanaan sholat Jumat, tapi hari ini belum ada.
Ini sudah tanggal 10 April, empat
hari lagi sudah genap sebulan sejak rektor memberikan surat edaran bahwa
mahasiswa harus belajar di rumah dan dilarang mendekati area kampus sama
sekali. Hari yang sangat sedih. Aku masih bertanya-tanya kenapa Tuhan saat itu
membuatku harus ke kampus sore itu, mungkin aku sedikit tahu, tapi besok aku
akan tanya lagi memastikan pada Tuhan kalau aku ketemu kapan-kapan, besok,
masih lama.
Kali ini, perpisahan memang
membuatku memiliki lebih banyak waktu untuk merenungkan apa yang aku mau dan
menyembuhkan diriku. Liburan sebelumnya memang aku sudah kabur dan menjauh, mungkin liburan kali itu hanya persiapan untuk hal yang benar-benar
belum kuketahui. Tapi sekarang, social
distancing kali ini seperti liburan, dengan segala kesibukannya, agar aku dapat
memiliki waktu untuk mengalihkan pikiranku. Kurasa itu cukup ampuh.
Dua minggu pertama, aku stress
parah. Akhirnya aku jatuh sakit pada minggu ke dua. Panas dan pusing. Seperti di
kepalaku penuh dengan pekerjaan tanpa ada hiburan sama sekali. Minggu pertama
aku masih bisa video call dengan
teman-temanku, rasanya rindu dan ingin bersua, dua minggu pertama begitu, sampai
puncaknya aku stress dan jatuh sakit. Aku break
dari pekerjaan-pekerjaanku yang akhirnya jadi tambah menumpuk. Dan tentu
saja aku tidak bisa break dari kuliah
online yang rasanya lebih berat dari
kuliah offline. Waktu perkuliahan
yang suka melebihi jadwal, tugas-tugasnya yang melebihi tugas pada umumnya. Dua
minggu pertama, rasanya aku sudah hendak menjadi gila.
Selain itu aku juga sangat takut
dengan wabah yang membuat kami harus tinggal di rumah ini. Rasanya wabah itu
bisa berada di mana-mana, karena musuh yang paling mengerikan memang musuh yang
tidak terlihat. Siapa tahu ia bisa sangat dekat denganku saat ini? Aku selalu
takut saat Bapakku pulang dari kantor lalu bersih-bersih di kamarku padahal
beliau belum mandi. Aku selalu takut saat asisten rumah tangga sebelah rumah
mengobrol dengan Ibuku karena beliau juga terlihat selalu tetap bepergian ke
mana-mana. Aku juga takut pada anak kecil depan rumah yang masih suka main dan
tidak mau di rumah saja. Ketakutan bertambah membuatku kepikiran ketika anak
sebelah rumah yang baru saja pulang dari PKL, membawa teman-temannya untuk
kumpul di rumah. Semua itu membuat jiwa-jiwa cemasku kembali datang, lalu aku
jatuh sakit.
Minggu ke-tiga, aku sudah mulai
tenang, aku sudah mulai berniat untuk berjemur dan sedikit melakukan meditasi
pagi untuk menenangkan pikiranku. Mengatur waktu dengan tidur tepat waktu,
olahraga, meditasi, dan tidak menunda-nunda pekerjaan cukup ampuh mengatasi
kesehatan mentalku saat semester satu aku juga terkena sakit yang mengharuskanku
mengatur pola pikirku. Karena tubuh yang sehat juga lahir dari psikologis yang
sehat. Saat aku belum tuntas melaksanakan pola hidup dan pola pikir baik itu,
aku kedatangan tamu bulanan, yang karena memang bulan ini berat, maka rasanya
sakit sekali, lebih sakit dari biasanya.
Karena rasa sakit itu aku jadi lupa
makan, aku tidur pagi karena sakit sekali rasanya tidak tertahankan. Lalu aku
bangun pada pukul sembilan pagi pada hari Kamis, langsung ke atas untuk
berjemur, tapi ternyata mendung. Aku lalu tiduran di teras, dua jam aku tiduran di
teras atas sambil mendengarkan musik. Lalu aku turun, tanpa makan lagi, dan
tidur di kamarku. Sorenya, aku bermimpi dan berhalusinasi parah. Bahkan aku
sudah bermimpi seseorang menjemputku dan mengajakku pergi. Saat aku berhasil
bangun, aku demam tinggi, lalu malamnya aku menangis, menangis karena sakit memang
membuatku ingin menangis saat itu karena rasanya panas dan pusing sekali. Selain
itu aku memikirkan bagaimana bisa aku sampai bermimpi dijemput dan diajak
pergi. Aku ingin bilang pada Ibuku soal mimpi itu, tapi yang datang adalah
seseorang yang masih hidup, jadi aku berakhir menangis memikirkan apakah
seseorang dalam mimpiku itu baik-baik saja, apakah kesehatannya baik, apakah
mimpiku itu sebuah pertanda. Tapi, aku sudah tidak bisa tanya. Ini kedua
kalinya aku memimpikannya sambil menangis di tahun ini.
Akhirnya aku demam sampai hari
Minggu. Lalu sorenya ternyata aku keluar gabag,
dan aku gabagen dan pusing
berakhir sampai hari Rabu. Hari Kamis aku sudah merasakan baik-baik saja. Aku sudah
bisa makan dengan lidah yang normal juga badanku tidak gatal-gatal. Saat aku
menimbang berat badan, di sana menunjukkan 52 kg—yang berakhir harus kupastikan
apakah benar atau salah karena itu sebuah ketidakmungkinan. Berat badanku
terakhir adalah 56 kg bahkan bisa lebih.
Semalam, aku pergi ke atas, ke supermarket
atas untuk melakukan transaksi dan beli sikat gigi. Pertama kalinya aku keluar
rumah sejak sebulan. Aku pakai hodie dan masker, tertutup rapat. Di supermarket
itu orang-orang berjarak satu meter saat akan membayar. Itu udara baik bagiku
(meski pun secara nyata aku tidak menghirup udara sama sekali), tapi akhirnya
aku keluar. Aku lihat di langit bintang-bintang bertaburan dan langit bersih,
tapi aku tetap tidak bisa melihat milky
way sih. Aku lihat jalanan yang benar-benar sepi, beberapa lampu jalan
tidak dihidupkan. Dua minggu pertama, aku benar-benar tidak keluar pagar. Minggu
ketiga, aku berani untuk ke depan rumah dan berjemur. Minggu ke-empat aku
keluar malam-malam. Mungkin aku hanya harus terbiasa, karena di situasi seperti
ini, aku harus bertahan untuk tetap sehat,
Sekarang adalah tanggal 10 April
2020, perkembangan kasus COVID-19 di negaraku sudah mencapai angka 3296 kasus
positif, itu yang sudah ketawan, kuyakin masih ada yang belum terdeteksi. Yang sembuh
dari virus ini ada 252 orang dan yang meninggall ada 280. Aku tidak akan
menjadi salah satu yang terinfeksi, sakit, lalu meninggal, begitu pun
orangtuaku, adikku, kakekku, saudara-saudaraku, teman-temanku, dan orang yang
memberiku semangat untuk hidup. Kita semua tidak akan menjadi bagian dari
angka-angka itu. Kami akan segera bertemu dalam keadaan sehat dan berkumpul
seperti biasanya.
Aku nonton serial ‘Divergent’ dan ‘Maze
Runners’ walau juga sebenarnya takut. Aku selalu takut dengan kondisi masa
depan yang mereka bayangkan. Seperti terbatas dan terkurung. Aku tidak suka
tempat seperti itu, aku tidak ingin membayangkan tinggal di dunia yang seperti
itu. Tapi aku berhasil bersama Katniss menonton semua serial ‘The Hunger Games’,
benar-benar berhasil melihat semua series,
tapi selalu ketakutan oleh suara drum yang dibunyikan oleh orang-orang
Capitol saat para pemain memasuki wilayah pertempuran. Pokoknya suara-suara itu
selalu membuatku trauma. Menurutku, dunia saat ini sedang berada di situasi
seperti itu.
Aku selalu ingin terbangun di pagi
hari dan mendapati bahwa dunia sekarang sedang bercanda, bahwa virus dan
situasi yang membuatku harus terkurung di dalam rumah ini adalah mimpi buruk
dan aku akan segera bangun. Tapi, ini kenyataan, aku bisa sakit, aku bisa
merasakan nyeri-nyeri di badanku kemarin karena datang bulan, aku tidak
bermimpi, dunia ini memang sedang mengurung manusia-manusia. Aku takut, tapi
aku selalu tahu bahwa di dunia ini, manusia berbagi kehidupan dengan yang
lainnya. Dan barangkali ini saatnya.
Ada hal yang aku suka dari adanya
wabah ini dan keharusan manusia melakukan social
distancing dan work from home. Aku
melihat di twitter banyak sekali foto-foto beredar tentang bumi di luar sana
yang indah-indah, yang tidak akan ada apabila manusia tetap sibuk di luar sana.
Langit yang cerah, udara yang segar, hewan-hewan yang bebas berkeliaran di
alamnya. Aku melihat langit akhir-akhir ini, biru dan menenangkan. Aku suka fakta
bahwa sekarang kita sedang mempersilahkan makhluk-makhluk hidup lainnya,
termasuk bumi yang kita tinggali ini untuk bernapas sejenak, menyembuhkan dan
bergantian menikmati hari-hari mereka tanpa keberadaan kita, manusia yang
menakutkan.
Tidak ada yang menjamin, apakah
setelah ini situasi akan membaik, dan apabila membaik, apakah yakin bahwa ke
depannya tidak akan ada cobaan berat begini lagi. Kurasa, semakin besok hari,
hal-hal yang mengejutkan dan membuat manusia ketakutan akan jadi lebih beragam
dan banyak. Tapi manusia tetap bisa memilih jalan kedamaian untuk saling
membantu dan merengkuh atas dasar kemanusiaannya atas manusia lain.
Ini aku, Vira, membagikan cerita
tentang waktu sebulan yang kualami dengan berat dan naik turun selama di rumah.
Aku percaya kita akan baik-baik saja dan tetap hidup. Aku bahkan sudah
menetapkan rencana-rencana kalau wabah ini berakhir, aku sudah menetapkan
tempat pertama di Jogja yang akan kukunjungi setelah ini. Jadi, aku akan
baik-baik saja, begitu pun kalian. Aku sudah sakit dua kali, aku akan berusaha
tidak sakit lagi. Toh juga karena wabah ini, aku tidak bisa kontrol rutin ke
rumah sakit, jadi sebisa mungkin aku sehat tanpa pengawasan dokterku. Semoga kalian
selalu sehat.
Setelah posting ini, aku posting foto langit,
untuk permintaan maaf karena tulisannya sangat berantakan dan tidak terarah.

0 comments
Ayo menyapaku!