Kawasan Pusat Studi dan Pohon-Pohonnya Selepas Hujan


Rabu. Sekarang tanggal sebelas pada bulan Maret yang basah. Kukira lebih banyak hari-hari yang diisi dengan tetes air hujan daripada yang diisi dengan matahari. Tapi seperti yang kukatakan juga, bahwa langit setelah hujan selalu indah; selalu lebih cerah, selalu lebih segar, selalu lebih ceria. Aku sesekali menikmati hari seperti itu. Dan saat hari seperti itu datang, aku bersyukur penuh-penuh.
Seperti sore ini, setelah kelas Sejarah Bahasa Indonesia, aku dan kawan-kawan satu prodiku pergi ke lantai tujuh gedung Soegondo untuk mengadakan pertemuan, bonding, kami merencanakan akan pergi bermain bersama. Entah ke pantai, entah menginap di home stay. Aku entah kenapa akhir-akhir ini sedang suka-sukanya mengisi waktu dengan teman, jadi ide itu kusambut dengan semangat.
Saat sampai di lantai tujuh gedung Soegondo, kawan laki-lakiku berseru, “Zainab, lihat itu pemandangannya bagus.” Lalu aku yang memang pada mulanya ingin melihat pemandangan lingkungan sekitar dari atas langsung bergegas ke dekat jendela tempat ia berdiri. Benar saja, pemandangan sedang sejuk-sejuknya. Kawanku itu, menyuruhku berfilosofi, dan memang, ia tahu yang aku butuhkan untuk menulis, tentu saja aku harus menuliskannya, dan ini adalah tulisan pertamaku untuk blog ini setelah sekian lama.


Jadi, yang kulihat adalah, bahwa ternyata kawasan kampus sekitaran fakultasku sangat penuh dengan pepohonan. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitaran kompleks perumahan dosen itu terlihat tua dan kokoh. Definisi bahwa semakin berumur kau semakin tahan banting dengan asam garam kehidupan, pohon benar-benar mencontohkannya dengan baik.
Nuansanya berwarna hijau gelap yang tidak nampak kusam, tapi benar-benar basah dan menentramkan jiwa. dan keinginan-keinginan lama itu muncul; berjalan-jalan di sekitaran kompleks dosen sambil menikmati udara yang basah dan suara-suara yang tenang. Kalau boleh berkeinginan lebih, aku ingin menghabiskannya dengan seseorang yang bisa diajak menikmati hal-hal seperti itu juga. Tapi bukan kawan. 
Langit masih mendung. Sepertinya saat aku kelas, hujan lalu mengguyur deras-derasnya, selalu begitu meskipun pagi hari langit terlihat baik-baik saja. Toh, kita tidak pernah bisa menyalahkan sesuatu yang tiba-tiba berubah dengan cepat dan tidak bisa tertebak itu. Karena katanya, yang pasti dari perubahan memang perubahan itu sendiri. Entah kata siapa, tapi sepertinya diucapkan oleh tokoh terkenal.

Barusan, seorang perempuan berpayung kuning berjalan sendirian di bawah sana.

Kadang, kalau tidak malas dan sedang ingin menikmati perjalanan pulang, aku tidak lewat jalur seberang fakultasku. Aku lebih memilih untuk lewat selatan masjid kampus, belok kanan ke arah pusat-pusat studi, menikmati rimbunnya pepohonan, dan sambil bernostalgia. Kadang aku berharap ada speaker yang dipasang di pepohonan lalu mendendangkan musik-musik tenang, atau kalau mau band, aku ingin ada lagu-lagu Sheila On 7. Memang Yogyakarta, bagian lingkungan perumahan dosen itu mengingatkanku pada gambaran Yogyakarta dalam ingatanku di masa lalu yang rimbun, yang tenang, yang sangat bersejarah, juga menambahkan lagu-lagu Sheila On 7 akan menambahkan rasa ke-Yogya-annya. Menurutku.
Tapi sepertinya, keinginan untuk berjalan-jalan di jalanan kompleks perumahan dosen itu harus kutunda sejenak karena aku harus merehatkan diriku. Baik fisik, maupun hati. Atau sebenarnya, aku harus menikmatinya sendirian. Sembari melepas penat dan memberi udara segar bagi diriku sendiri.
Pokoknya intinya, aku sangat mengagumi bagaimana pohon-pohon yang ada di bawah sana, dan bagaimana jalan-jalan itu bisa terlihat sangat romantis tak tertahankan, dan sepertinya jalan-jalan itu terlalu sia-sia apabila aku tidak mengunjunginya untuk berjalan-jalan dalam masa empat tahunku kuliah di kampus ini.


Aku memandang langit yang masih kelabu, ada pesawat melintas pelan-pelan, atau sebenarnya pesawat itu bergerak sangat cepat, namun yang jauh sellau terlihat lebih lambat daripada yang dekat. Pesawat itu menabrak awan yang berserabut tipis-tipis, mungkin gerimis terlihat lebih deras dari atas sana, atau malah ia berjalan di atasnya.
Terimakasih sekali, kepada kawanku yang memanggilku untuk melihat pemandangan itu, yang membuatku menempelkan dahi dan merasakan dinginnya kaca lantai tujuh, yang membuatku pindah haluan dari ingin melihat Kandang Antro menjadi melihat pemandangan seantero kampusku.
Kapan-kapan, kalau cuaca sedang basah dan sejuk, sedang habis hujan, ayo berjalan-jalan di sana.

Little Note :
Kawasan itu juga sama bagusnya saat musim kering, pohon-pohon berwarna kuning dan bunga-bunganya bertaburan luruh ke jalan-jalan di bawahnya.


0 comments

Ayo menyapaku!