|
Joko Pinurbo membacakan puisinya yang berjudul "Kamus Kecil"
pada Asean Literary Festival 2016 di Jakarta
sumber : youtube.com/jakartanicus |
Bahasa
tidak hanya mempelajari kata-kata tertulis, bahasa juga mempelajari bunyi.
Kalian tentu tahu bahwa pada tahapannya, sebelum anak-anak diajari mengeja dan
membaca, mereka akan berbicara terlebih dahulu. Pada sejarah perkembangan sastra, diketahui pula bahwa awalnya sastra klasik diceritakan secara lisan dari mulut ke mulut terlebih dahulu sebelum pada
akhirnya tertulis pada manuskrip-manuskrip yang bisa kita lihat saat ini. Kajian
yang mempelajari bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia ini
disebut dengan Fonologi dan termasuk dalam salah satu cabang Ilmu Linguistik.
Puisi
adalah salah satu karya sastra yang keberadaannya dalam sastra lama
terikat dengan pakem-pakem tertentu. Sedangkan untuk puisi modern, meskipun
lebih bebas, namun tetap memperhatikan hakikat-hakikat puisi yang padat dan
bentuk pengekspresian makna yang implisit. Pada Asean Literary Festival 2016 yang diselenggarakan di Jakarta lalu,
salah satu penyair tanah air, yaitu Eyang Sapardi mengatakan bahwa, “puisi itu
bunyi, bahasa adalah bunyi. Puisi adalah permainan bunyi.” Karena kita ketahui
bersama, berbeda dengan cerpen atau pun novel, puisi memang bermain dengan gaya
bahasa dan rima yang menjadikan puisi itu menjadi kaya akan estetika dan keunikan.
|
Potret Eyang Sapardi sedang menjelaskan bahwa "puisi adalah bunyi"
bersama dengan Najwa Shihab sebagai moderator dalam Asean Literary Festival 2016
sumber : youtube.com/jakartanicus |
Setelah
diketahui bahwa puisi merupakan bunyi, kita bisa menghubungkannya dengan kajian
fonologi. Karena fonologi itu sendiri terbagi atas fonetik dan fonemik, maka
kali ini pembahasan mengenai puisi akan lebih fokus pada bagian fonemik, yaitu
pengkajian bunyi dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna. Sedangkan materi yang akan digunakan untuk mengkaji puisi kali ini adalah mengenai pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang terlihat serupa, namun memiliki satu bunyi yang berbeda. Pencarian pasangan minimal atau minimal pair berguna untuk mengetahui keberadaan suatu fonem (Chaer, 2009).
Pengkajian
kali ini akan dilakukan terhadap puisi Joko Pinurbo yang berjudul Kamus Kecil,
pada puisinya ini terdapat banyak kata-kata yang merupakan pasangan minimal.
Dari pasangan minimal ini akan diketahui apakah suatu bunyi merupakan fonem
atau bukan. Sebelum itu, berikut puisi “Kamus Kecil” karya Joko Pinurbo :
Kamus Kecil
Saya
dibesarkan oleh bahasa Indonesia
yang
pintar dan lucu walau kadang rumit
dan
membingungkan. Ia mengajari saya
cara
mengarang ilmu sehingga saya tahu
bahwa
sumber segala kisah adalah kasih;
bahwa
ingin berawal dari angan;
bahwa
ibu tak pernah kehilangan iba;
bahwa
segala yang baik akan berbiak;
bahwa
orang ramah tidak mudah marah;
bahwa
seorang bintang harus tahan banting;
bahwa
untuk menjadi gagah kau harus gigih;
bahwa
terlampau paham bisa berakhibat hampa;
bahwa
orang lebih takut kepada hantu
ketimbang kepada tuhan;
bahwa
pemurung tidak pernah merasa
gembira, sedangkan pemulung
tidak pelnah melasa gembila;
bahwa lidah
memang panda berdalih;
bahwa
cinta membuat dera berangsur reda;
bahwa
orang putus asa suka memanggil asu;
bahwa
amin yang terbuat dari iman
menjadikan kau merasa aman.
Bahasa
Indonesiaku yang gundah membawaku
ke
sebuah paragraf yang menguarkan
bau tubuhmu.
Malam merangkai kita
menjadi
kalimat majemuk bertingkat
yang
hangat di mana kau induk kalimat dan aku
anak
kalimat. Ketika induk kalimat bilang pulang,
anak
kalimat baham bahwa pulang adalah masuk
ke dalam
palung. Ruang penuh raung.
segala
kenang tertidur di dalam kening.
ketika
akhirnya matamu mati, kita sudah
menjadi
kalimat tunggal yang ingin tetap
tinggal
dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
(Pinurbo, 2014:3-4)
Puisi
di atas termasuk puisi yang memiliki permainan bunyi yang selaras, hal ini tidak lepas dari keberadaan pasangan minimal yang ada di dalamnya. Beberapa pasangan minimal itu
terdapat pada kutipan-kutipan berikut :
bahwa ingin berawal dari angan
Kata
ingin dan angan merupakan pasangan minimal yang terdiri atas bunyi [i][N][i][n]
dan [a][N][a][n].
Kedua kata tersebut dibedakan oleh bunyi pertama sekaligus ketiga yaitu [i] dan
[a].
bahwa ibu tak pernah kehilangan iba
Pada
kata ibu dan iba yang terdiri atas bunyi [i][b][u] dan [i][b][a], bunyi yang
menjadi pembeda makna terdapat pada bunyi ketiga yaitu [u] dan [a].
bahwa untuk menjadi gagah kau
harus gigih
sedangkan
untuk gagah dan gigih, bunyi [g][a][g][a][h] dan [g][i][g][i][h] memiliki
perbedaan pada bunyi [a] dan [i].
bahwa orang putus asa suka
memanggil asu
Pada
kata asa dan asu yang terdiri atas bunyi [a][s][a] dan [a][s][u] yang menjadi
pembeda adalah bunyi [a] dan [u] yang terletak pada bunyi ketiga.
bahwa amin yang terbuat dari iman
menjadikanmu
merasa aman.
Larik
di atas menunjukkan tiga kata yang kelihatannya hampir sama, namun yang menjadi
pasangan minimal adalah kata iman dan aman karena perbedaannya hanya pada satu
bunyi, yaitu bunyi [i] dan [a] pada bunyi pertama tiap kata.
segala kenang tertidur di dalam kening.
Kenang
dan kening menjadi pasangan minimal pada larik tersebut. Perbedaannya terdapat
pada bunyi keempat tiap kata yaitu [a] pada [k][e][n][a][N]
dan [i] pada [k][e][n][i][N].
ketika akhirnya matamu mati, kita sudah.
menjadi kalimat tunggal yang
ingin tetap
tinggal
dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
Kutipan
tiga baris yang merupakan satu kesatuan di atas memiliki tiga kata yang sama,
karena pasangan merupakan dua buah kata, maka penentuannya dapat diantara
tunggal dengan tinggal, tinggal dengan tanggal, atau tunggal dengan tanggal.
Perbedaan bunyi terdapat pada bunyi kedua yaitu bunyi [u] pada [t][u][N][g][a][l],
bunyi [i] pada [t][i][N][g][a][l], dan bunyi [a] pada [t][a][N][g][a][l].
Setelah dicermati satu persatu,
dalam puisi Joko Pinurbo yang berjudul Kamus Kecil terdapat tujuh pasangan
minimal. Pasangan minimal ini dicari bukan tanpa arti. Pasangan minimal berguna
untuk mengidentifikasikan sebuah fonem sehingga kita mengetahui kontras makna
yang dihasilkan dari penggunaannya. Dari pasangan-pasangan minimal di atas
dapat diketahui bahwa perbedaan satu bunyi pada pasangan minimal sudah jelas
akan menimbulkan makna yang berbeda antar dua kata tersebut. Sehingga, kita
harus berhati-hati karena perbedaan satu bunyi bisa menimbulkan makna lain bisa
saja dalam suatu kasus, akan menjadi kata yang benar-benar berbeda dan akan menimbulkan
salah paham yang fatal. Bunyi yang berbeda dalam pasangan minimal tersebut
disebut dengan fonem.
|
Antologi puisi milik Joko Pinurbo yang memuat puisi "Kamus Kecil".
Kalau tidak kuat beli, bisa pinjam di ipusnas, yang penting jangan baca e-book ilegal yaa. |
Mengambil contoh dari puisi yang
telah kita analisis pasangan minimalnya tadi, selain bunyi-bunyi tersebut
menimbulkan permainan bunyi yang apik, kita
juga jadi paham makna yang ingin disampaikan. Karena puisi adalah permainan
bunyi, namun interpretasi tetap bisa beragam dari kalangan pembaca yang membaca
puisi tersebut. Tapi kalau mau dijabarkan pemaknaannya dalam konteks puisi
tersebut, kira-kira seperti ini :
Pada baris “bahwa ingin
berawal dari angan” menunjukkan bahwa sebelum kita memiliki ingin, yang
nama lainnya adalah hasrat dan kehendak untuk melakukan sesuatu, kita
sebelumnya memikirkannya terlebih dahulu atau berangan-angan, maka tertulis angan
sebelum ingin. Pada “bahwa ibu tak pernah kehilangan iba” sama
seperti lirik lagu anak-anak yaitu Kasih
Ibu, bahwa kasihnya sepanjang masa dan akan selalu menghiba dan lembut pada
anaknya, naluri keibuan akan terus berjalan. Baris selanjutnya, kita
menunjukkan untuk menjadi seseorang yang tangguh tidak akan terlepas dari usaha
kita yang rajin dan tekun, maka tertulis “untuk menjadi gagah kau harus gigih”.
Selanjutnya, ada baris yang
memasangkan asa dengan asu, kita juga sering melihat bahwa saat seseorang
merasa kesal dan lelah, putus asa atau harapan atas segala upayanya,
mereka seringkali melampiaskannya dengan menyebut “asu!”, salah satu umpatan yang familiar di telinga kita. Pada
baris iman menjadi aman, ingin menunjukkan bahwa memiliki iman
dan percaya kepada segala ketetapan Tuhan akan membuat kita merasa lebih aman
dan damai. “segala kenang akan tertidur di dalam kening” bahwa
ingatan dan memori yang kita simpan seringkali bersarang di kepala kita, untuk
lebih mempuitisasi dan mempermainkan bunyi, maka disebutkan kening sebagai persamaan dari kepala dan
otak kita. Sampai pada bagian terakhir yaitu, “…ingin tetap tinggal dan
berharap tak ada yang bakal tanggal”, kata tanggal di sini bukan merujuk pada angka-angka dan kalender, namun
dapat diartikan juga sebagai terlepas. Maka
maknanya berarti ingin tetap tinggal bersama,
dan tidak ingin berpisah.
Kajian pada puisi Kamus Kecil karya Joko Pinurbo ini tidak
hanya dapat dikaji dengan satu materi ini saja, yaitu pasangan minimal. Pasangan
minimal hanya membahas tentang dua buah kata dan menemukan salah satu bunyi
yang membedakan maknanya dan disebut dengan fonem. Namun, puisi juga dapat
dikaji dengan pendekatan-pendekatan lain termasuk ke dalam sub cabang ilmu
linguistik lainnya. Saya pikir akan lebih menarik lagi apabila pembahasan
mengenai fonologi dalam puisi ini dilanjutkan ke cabang ilmu linguistik yang
lebih sentimental, yaitu pada bagian semantik, yaitu ilmu tentang makna kata
dan kalimat.
Ternyata, puisi tidak sesederhana
itu ya? Dengan membaca pembahasan di atas, kita dapat mengetahui lebih dalam
mengenai perbedaan dan mengapa pasangan minimal ada. Tentu akan lebih terasa
maknanya apabila kita membaca pembahasan di atas. Kapan-kapan, kubahas lagi
tentang apa yang kupelajari dan pengaplikasiannya kepada hal-hal yang kusukai. Sampai
di sini, sudah cukup tertarik untuk belajar fonologi? Yuk coba cari pasangan
minimal dalam puisi-puisi kesukaanmu!
REFERENSI
Chaer,
Abdul. (2009). FONOLOGI BAHASA INDONESIA.
Jakarta : Rineka Cipta
Pinurbo,
Joko. (2016). Buku Latihan Tidur. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama